Rek, Ayo Rek, Ojo Lalinang Saharjo

Bulan Mei lalu, milis Jalansutra hiruk-pikuk oleh perbincangan mengenai tahu tek, tahu campur, maupun tahu telur. Semuanya itu merupakan makanan khas Lamongan, Jawa Timur. Obrolan seru ini juga menjurus ke menu khas Jawa Timur lainnya. Seperti rawon, lontong balap, bebek goreng, rujak cingur, dan tahu lontong.

Pembicaraan ini bukan yang pertama kali. November tahun silam, isu serupa juga sempat mencuat, mencari rekomendasi kedai tahu campur paling wuenak di Jakarta.

Untungnya, para penduduk Jakarta tak perlu khawatir soal makanan. Kedai, warung, restoran bisa Anda jumpai nyaris di setiap jalanan Jakarta dan sekitarnya. Jadi, kalau cuma kangen masakan khas daerah, itu sih gampang. Tinggal pasang mata saja, caricari di sepanjang jalan.

Beberapa anggota milis Jalansutra kemudian menyebutkan jagoan mereka. Tentu saja, sesuai dengan standar lidah mereka yang sangat Jawa Timur. Ada yang menyebutkan kedai yang enak bilangan Lebak Bulus.

Ada juga yang menunjuk kedai serupa di Cilandak, persis di depan gedung Trakindo. Ada juga yang menjagokan kedai kawasan Fatmawati, di seberang RS Fatmawati. Masih ada lagi yang merekomendasikan tahu campur di Jalan Arteri Pondok Indah.

Kini, ada satu lagi yang layak menjadi rujukan bila selera tengah mengguggah untuk mencecap makanan ini, yaitu di Jalan Saharjo, kawasan Tebet. Letaknya 25 meter dari restoran cepat saji McDonalds menuju Pancoran.

Kedai ini milik Nur Fadhlan, yang kerap dipanggil Bejo. Kalau Anda pernah menyambangi warung tahu campur milik Bu Joko di Jalan Arteri Pondok Indah, kedai milik Bejo ini masih bertalian darah dengannya.

Bedanya, penataan meja di warung tahu campur di Jalan Arteri Pondok Indah ini memanjang mengelilingi pikulan si penjual. Ada kursi plastik melengkapi meja panjang yang ditutup plastik merah itu (KONTAN No. 25 Tahun VIII, 29 Maret 2004, Campur Baur ala Jawa Timur).

Olahan resep si Bejo

Sesuai dengan namanya, Bejo mencoba peruntungannya dengan membuka kedai Ojo Lali. Modalnya Rp 6 juta.

Selain menguras tabungannya sendiri, ia sempat menjual gerobak makanannya plus perhiasan istrinya. Waktu berdiri tahun 2001, lahannya masih secuil, panjangnya 8 meter. Sekarang? 12 meter.

Buka pertama, menu andalannya justru soto ambengan. Setahun sesudahnya, ia mulai meracik tahu campur. Seperti tahu campur kebanyakan, racikannya berupa tahu goreng, mi basah, daun selada, irisan perkedel singkong, dan toge yang disiram kuah kaldu urat dan lemak sapi yang panas.

Sebelum disiram kuah, campuran tahu dan mi itu terlebih dulu dibubuhi sambal petis. Nah, olahan petis Bejo inilah yang membuat tahu campurnya berbeda dengan kedai lainnya. Rasanya lebih nabok, Rek!

Konsorsium tahu goreng yang gurih, kriukan daun selada segar, urat sapi yang kenyal di mulut, serta selingan rasa tajam petis menjadikan suapan hidangan ini pas di lidah. Nyamm…

Rahasianya? Ya kuah ini. “Merawat kuah tahu campur seperti merawat bayi,” katanya. Bila kuah yang sudah adem diaduk dengan irus atau pengaduk kayu, maka keesokan harinya kuah itu akan basi dan tidak bisa dimasak lagi. Rahasia lain ada di petisnya.

Bejo tak berani mencampur petis dengan ramuan palsu yang membikin citarasanya hilang. Setiap bulan, ia menghabiskan sedikitnya 2 kuintal petis. Padahal, pas awal buka, ia hanya mampu menghabiskan sepersepuluhnya.

Petis ini ia usung langsung dari Surabaya. Biar KONTAN percaya, ia memamerkan struk pengirimannya. Benar, dari Surabaya.

Material lain yang ia angkut dari kota asalnya adalah gula merah sebanyak 50 kilogram per bulan. Katanya, gula merah Jakarta tak sesedap Surabaya.

Pernak-pernik lain tahu campur seperti mi, toge, urat, selada dan lontong, ia beli di Pasar Minggu. Demi mencari kualitas bagus, ia ke pasar sejak jam 2 pagi saban hari.

Setiap hari Bejo menghabiskan urat 12 kg dan daging untuk rawon 2 kg. Selain itu, masih membutuhkan 400 biji tahu per hari dengan lontong 3 kg.

Habis sebanyak ini, rasa tahu campurnya bagaimana? Segar.

Bejo sudah menakar banyak sedikitnya petis yang ia selipkan di dasar piring. Rasa petis dalam kuah sapinya ini yang membikin tahu campurnya semakin nabok.

Maklum, ia mengolah petis ini dengan resep pribadinya. Urat yang ada di piring juga empuk. Bejo bisa dengan begitu cepat merebus urat ini. Rahasianya, mencampurkan urat dengan daun bawang yang dicacah halus.

Hasilnya jelas, matang lebih cepat dengan hasil yang lebih empuk. Kedai ini buka dari pukul 16.30 hingga 23.30 WIB. Kalau Anda makan di sini, dompet Anda mengempis Rp 6.000 per porsi. Harga ini berlaku untuk tahu tek, tahu campur, tahu telur, soto, dan rawon. Siapa mau?

+++++
Digembleng Sejak Usia 12 Tahun

Nur Fadhlan tak pernah menyangka kedai yang ia bikin bisa mengumpulkan sebegitu banyaknya orang Jawa Timur yang ada di Jakarta. “Dulu itu cuma impian saja,” kata Nur, yang akrab dipanggil Bejo.

Dalam diri Bejo menitis darah pedagang makanan yang merupakan warisan dari orangtuanya. Di Surabaya, keluarga besarnya berjualan makanan khas kampung halamannya, Lamongan. Makanan ini lebih tradisional ketimbang makanan yang ia sajikan di Jakarta. Kakaknya berdagang makanan sejenis dengan pikulan.

Tapi, perjalanan Bejo mencapai kedai yang 95% pengunjungnya adalah orang Jawa Timur tidak sederhana. Bahkan, modal membikin kedai ini ia kumpulkan sejak menjadi karyawan di warung pecel lele pada tahun 1998.

Setahun sesudahnya, ia membuka kedai gerobakan milik sendiri di Gandaria. Menunya sesuai keahliannya, yaitu tahu campur, tahu telur, dan tahu tek. Mencoba mencari permodalan yang lebih kuat, ia pun menutup kedainya di Gandaria dan berkongsi dengan pengusaha untuk membuka kedai serupa di bilangan Depok.

Dimodali oleh orang lain tak juga membuatnya leluasa bergerak.

Ia kembali menutup kedainya di Depok, dan membuka kedai Ojo Lali di Saharjo, Tebet tahun 2001. Di sini Bejo malah tidak mengawali dengan membikin tahu campur, melainkan dengan menu soto ambengan. Setelah mantap dengan menu ini, ia mulai membikin tahu campur yang kemudian dijadikan sebagai menu andalannya.

Cerita kelezatan beragam masakan khas Jawa Timur yang diusung Bejo di kedainya pun menular.

Perlahan, bukan cuma arek-arek Surabaya saja yang menyambangi kedainya, tapi juga yang penasaran dengan menu khas Lamongan ini.

“Saya sudah digembleng membikin tahu campur sejak usia 12 tahun,” katanya. Uh, pantas.

Tahu Campur Ojo Lali
Jl. Saharjo, Tebet (25 meter dari
McDonalds ke arah Pancoran)
Telepon: (021) 79182753

2 responses to “Rek, Ayo Rek, Ojo Lalinang Saharjo

  1. memang tahu campur yg di saharjo ini menurut saya memang wenak pisan. Dulu sewaktu msh di kantor lama hampir tiap minggu mesti ngandok disini. Dibandingkan dg yg di Fatmawati, bahan2 yg digunakan(kualitas tahu, perkedel singkong & urat)& suasana tempat makannya lebih baik disini.
    Sayangnya saya blm pernah yg di PI jd gak bisa membandingkan lbh OK yg mana.

  2. sujono shattar

    Klo yg di Saharjo ini aku pengen coba, yang saya pernah makan tahu campur di Jkt antara lain di Jln Garuda kemayoran, Bolevard Klp Gading dkt apartement, di Jln. Pemuda dkt nasi uduk kebon kacang, di Fresh Market kota wisata Cibubur dkt pintu timur fresh market,

Leave a comment